Bogor, 17 Juni 2024 — Setiap kapal punya tujuan, dan setiap pelaut butuh tempat untuk bersandar. Dermaga, sering kali hanya tampak sebagai struktur kayu atau beton di pinggir laut, ternyata menyimpan makna yang jauh lebih dalam. Pada Hari Dermaga Nasional yang diperingati setiap 17 Juni, kita diajak merenung: dermaga bukan sekadar tempat berlabuh, tetapi simbol dari perjalanan, harapan, dan titik awal serta akhir dari banyak kisah.
Di Indonesia—negara maritim dengan ribuan pulau—dermaga adalah urat nadi penghubung kehidupan. Ia menjadi saksi bisu arus manusia dan barang, menjadi penghubung antara desa terpencil dan kota besar, antara keluarga yang menunggu dan mereka yang datang dari jauh.
Bapak Dasuki, Kepala Sekolah SMP PGRI Cikupa Bogor, mengungkapkan bahwa Hari Dermaga Nasional dapat menjadi pengingat akan pentingnya koneksi dalam kehidupan. “Sama seperti dermaga yang menjadi tempat bertemu dan berpisah, sekolah juga merupakan tempat anak-anak kita bersandar dan bersiap untuk berlayar ke masa depan. Di sini mereka belajar, tumbuh, dan membentuk arah hidupnya.”
Beliau juga menambahkan, “Sebagai pendidik, kita harus menjadi seperti dermaga yang kuat—siap menampung setiap anak dengan latar belakang dan mimpi yang berbeda, serta memberi mereka keberanian untuk melanjutkan perjalanan.”
Hari Dermaga Nasional bukan hanya tentang infrastruktur pelabuhan, tetapi juga tentang rasa hormat terhadap peran dermaga dalam membangun konektivitas antarwilayah dan memperkuat ekonomi bangsa. Lebih dari itu, ia menjadi simbol dari ketekunan, kesiapan, dan kesabaran—karakter yang juga diajarkan di ruang-ruang kelas.
Maka, di Hari Dermaga Nasional ini, mari kita rayakan bukan hanya wujud fisik dermaga, tetapi juga makna filosofisnya: tempat kembali, tempat berpulang, dan tempat memulai lagi. Sebab dalam hidup, seperti halnya laut, kita semua berlayar—dan selalu membutuhkan dermaga untuk menata arah.